Cari Blog Ini

Senin, 15 Desember 2014

BEYOND THE BLACKBOARD



Beyond the Blackboard
Directed by
Produced by
Brent Shields & Gerald R. Molen
Written by
Camille Thomasson
Starring
Production company
Country
United States
Language
English
Original channel
Release date
·         April 24, 2011
Running time
100 minutes
Preceded by
Followed by


Salah satu oleh-oleh belajar dari Kampung Inggris adalah film ini. Ini yang dinamakan jodoh. Film yang sudah tayang sejak tahun 2011, baru saya dapat dan lihat di penghujung akhir 2014. Perjodohanlah yang mengijinkan saya melihat film ini. Film ini saya dapatkan dari tutor saya di ELFAST saat sedang tinggal di Camp Orchid. Beliau adalah tutor yang lebih muda dari saya namun telah menguasai Bahasa Inggris lebih baik dibandingkan saya. Beliau mengatakan kepada saya," Nih lihat, film yang menginspirasi jadi guru, bukan karena apa-apa, cuma karena passion. You have to watch it!"
Walaupun saya bukan sarjana lulusan fakultas pendidikan, saya tumbuh di lingkungan yang dekat dengan dunia pendidikan. Bapak saya dulunya adalah seorang guru, kakek saya juga penilik sekolah, kakak saya dan saya adalah praktisi akademisi, dan teman-teman saya banyak yang belajar di fakultas pendidikan. pendidikan bukan sesuatu yang tabu lagi dibicarakan di lingkungan sekitar saya. belajar dan mengajar selalu saya usahakan secara bersamaan. Di dunia ini, tidak ada orang yang bisa dikatakan mutlak lebih pintar dibandingkan yang lainnya, sepanjang dia masih manusia :D



Stacey Bess (Guru)

Belajar, bisa dari mana saja, termasuk dari film ini. Film ini mengisahkan kisah nyata dari seorang gadis (Stacey Bess) yang bercita-cita sebagai guru karena memiliki keluarga yang tidak bahagia dan menganggap sekolah adalah tempat pelarian. Dia kemudian menjadi guru yang baru memulai mengajar di sekolah dan kelas. Sayangnya, guru tersebut tidak mengajar pada sekolah dan kelas yang normal. Dia harus mengajar sekolah untuk anak-anak tunawisma. Guru tersebut diharuskan mengajar siswa kelas 1-6 dalam satu kelas secara bersamaan dengan fasilitas yang tidak memadahi.
Kehidupannya menjadi semakin berat ketika ia dinyatakan hamil oleh perawat di sekolah tersebut. Alih-alih menyerah mengajar kelas tersebut, ia malah meneruskan perjuangannya mengajar anak-anak didiknya. Suami dan kedua anaknya pun ikut mendukung keinginannya. Dia selalu mengatakan bahwa seharusnya dia dan lembaga sekolah bisa memberikan pelayanan yang lebih untuk sekolah tersebut.
Mengajar di sekolah itu memberikan banyak pembelajaran baginya, bagaimana anak-anak yang tidak punya apa-apa tetap memberikan perhatian dengan memberikan barang-barang sepele yang membuatnya bersemangat. Tidak hanya dia yang terpengaruh oleh anak-anak itu, tetapi juga orang tua murid terpengaruh olehnya. Sedikit demi sedikit ia memberikan pengertian akan pentingnya pendidikan untuk anak-anak mereka. Ia berusaha menunjukkan bahwa orang tua adalah tempat perlindungan dan pendidikan anak dan anak-anak mereka butuh perhatian. Untuk itu, dia merelakan waktu luang dan uang pribadi untuk memperbaiki sekolah itu. Katanya, dia selalu tidak puas dengan apa yang telah ia berikan dan inilah yang memang harus dia lakukan untuk anak didiknya. Inilah passion menjadi seorang guru.
Lambat laun, kondisi sekolah pun berubah lebih baik. Sekolah untuk anak-anak tak berumah itu pun diperbaiki dan mendapatkan lebih banyak fasilitas dan guru. Murid-muridnya pun tetap mampu meneruskan pendidikannya di sekolah formal lainnya. Anak-anak itu mencintai belajar dan sekolah karena guru mereka.
Kisah ini sangat mengispirasi bagi saya. Berbeda dengan kebanyakan guru-guru di Indonesia sekarang. Saya tidak tahu persis apa motiv mereka menjadi guru. Ada beberapa teman Bapak Saya yang mengeluhkan uang sertifikasi yang kunjung tidak cair, ada yang mengeluhkan gaji guru sangat kecil, ada yang mengeluhkan jadi guru bantu tidak ada uangnya. Para pendidik sibuk dengan materi, lalu bagaimana dengan materi pembelajaran siswa?
Saya sebenarnya bingung. Kita sekolah sebenarnya untuk apa? Jawaban yang sering saya dengar adalah untuk mendapatkan pekerjaan. Lalu, kita bekerja untuk apa? Jawaban yang sering saya dengar adalah untuk mendapatkan uang. Lalu, uang untuk apa? Jawaban yang sering saya dengar adalah untuk hidup. Pertanyann terakhir saya, puaskah dengan itu semua?
Hehehehe..udah, nggak usah terlalu serius :D yang penting, dilihat dulu filmnya ya :D